Pertanian Kolektif, Solusi Ekonomi Desa
Klaten – Forum BUMDes Indonesia (FBI) membuka edisi perdana program diskusi santainya bertajuk “Kopi Pagi FBI” dengan mengangkat isu strategis: penguatan peran BUMDes dalam sektor pertanian. Kegiatan ini berlangsung di Klaten dan diikuti oleh para pegiat desa, pengurus BUMDes, dan pemerhati pembangunan pedesaan.
Ketua Umum FBI, Yani Setiadiningrat, S.Sos., MM., menegaskan bahwa sudah saatnya BUMDes kembali ke akar ekonomi desa: pertanian. Menurutnya, pertanian bukan hanya kegiatan budaya, tetapi sebuah sistem usaha yang melibatkan proses produksi dari hulu ke hilir.
“Bertani dari A sampai Z adalah kegiatan ekonomi. Sayangnya, masih banyak BUMDes yang belum melihat sektor ini sebagai prioritas. Padahal di sinilah potensi terbesar desa berada,” ujarnya dalam sesi diskusi.

FBI menyoroti permasalahan klasik di banyak wilayah, seperti pengelolaan lahan yang masih bersifat individu, keterbatasan tenaga kerja, dan banyaknya sawah yang terbengkalai. Oleh karena itu, FBI menawarkan model pertanian kolektif yang dikelola oleh BUMDes, bekerja sama dengan koperasi tani desa.
Sinergi BUMDes dan Koperasi
Dalam skema pertanian kolektif, pemerintah desa melalui kepala desa diharapkan dapat menginisiasi penggabungan lahan pertanian masyarakat ke dalam sistem pengelolaan bersama. BUMDes kemudian berperan sebagai pengelola utama, sementara koperasi yang dibentuk oleh kelompok tani (Gapoktan) bertindak sebagai mitra usaha.
Aset pertanian seperti traktor, mesin air, dan alat bantu lainnya yang dimiliki Gapoktan hasil dari bantuan pemerintah bisa dimanfaatkan melalui kerja sama atau skema sewa untuk mengoptimalkan proses produksi.
“Dengan pengelolaan kolektif, perencanaan usaha pertanian menjadi lebih terorganisir, efisien, dan bisa membuka lapangan kerja baru bagi warga desa,” lanjut Yani.
Sosialisasi dan Pilot Project
FBI menegaskan pentingnya sosialisasi terlebih dahulu kepada petani melalui kelompok tani sebelum implementasi teknis dijalankan. Dukungan dan kesepakatan dari warga menjadi kunci keberhasilan model ini.
Sebagai langkah awal, FBI akan menetapkan sejumlah desa sebagai pilot project dan selanjutnya menyusun proposal kerja sama pendampingan kepada Kementerian Desa PDTT agar model ini bisa direplikasi secara nasional.
“Pertanian kolektif adalah jalan tengah yang masuk akal dan aplikatif untuk menjawab stagnasi ekonomi desa. Jika BUMDes dan koperasi bersinergi, maka desa bisa mandiri dari sawahnya sendiri,” tutup Yani.
Program “Kopi Pagi FBI” akan dilaksanakan secara berkala sebagai ruang berbagi gagasan dan praktik baik pembangunan desa berbasis potensi lokal.
Share this content:
Post Comment